Sabtu, 05 Mei 2012

pengaruh suhu dan salinitas terhadap keberadaan ikan


PENGARUH SUHU DAN SALINITAS TERHADAP KEBERADAAN IKAN

Posted: Oktober 25, 2010 in Uncategorized
5

  1. 1. 
    SUHU
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul. Di samudera, suhu bervariasi secara horizontal sesuai garis lintang dan juga secara vertikal sesuai dengan kedalaman. Suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Proses kehidupan yang vital yang secara kolektif disebut metabolisme, hanya berfungsi didalam kisaran suhu yang relative sempit biasanya antara 0-40°C, meskipun demikian bebarapa beberapa ganggang hijau biru mampu mentolerir suhu sampai 85°C.  Selain itu, suhu juga sangat penting bagi kehidupan organisme di perairan, karena suhu mempengaruhi baik aktivitas maupun perkembangbiakan dari organisme tersebut. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak dijumpai bermacam-macam jenis ikan yang terdapat di berbagai tempat di dunia yang mempunyai toleransi tertentu terhadap suhu. Ada yang mempunyai toleransi yang besar terhadap perubahan suhu, disebut bersifat euryterm. Sebaliknya ada pula yang toleransinya kecil, disebut bersifat stenoterm. Sebagai contoh ikan di daerah sub-tropis dan kutub mampu mentolerir suhu yang rendah, sedangkan ikan di daerah tropis menyukai suhu yang hangat. Suhu optimum dibutuhkan oleh ikan untuk pertumbuhannya. Ikan yang berada pada suhu yang cocok, memiliki selera makan yang lebih baik.
Beberapa ahli mengemukakan tentang suhu :
  • Nontji (1987), menyatakan suhu merupakan parameter oseanografi yang mempunyai pengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan khususnya dan sumber daya hayati laut pada umumnya.
  • Hela dan Laevastu (1970), hampir semua populasi ikan yang hidup di laut mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya, maka dengan mengetahui suhu optimum dari suatu spesies ikan, kita dapat menduga keberadaan kelompok ikan, yang kemudian dapat digunakan untuk tujuan perikanan.
  • Nybakken (1988), sebagian besar biota laut bersifat poikilometrik (suhu tubuh dipengaruhi lingkungan) sehingga suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.
Sesuai apa yg dikatakan Nybakken pada tahun 1988 bahwa Sebagian besar organisme laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat dipengaruhi suhu massa air sekitarnya), oleh karenanya pola penyebaran organisme laut sangat mengikuti perbedaan suhu laut secara geografik. Berdasarkan penyebaran suhu permukaan laut dan penyebaran organisme secara keseluruhan maka dapat dibedakan menjadi 4 zona biogeografik utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang panas dan beriklim sedang dingin. Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah ini, tetapi tidak mutlak karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan musim.








Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada kisaran suhu 20-30°C. Perubahan suhu di bawah 20°C atau di atas 30°C menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya cerna (Trubus Edisi 425, 2005). Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu maka resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti itu, ada juga beberapa ikan yang mampu hidup suhu yang sangat ekstrim.
Dari data satelit NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30°C adalah jenis ikan ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang dominan adalah suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap spesies ikan akan memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan, memijah dan aktivitas lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim ikan cakalang di Perairan Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26°C, Perairan Sipora 25-27°C, Perairan Pagai Selatan 21-23°C.
2. SALINITAS
Salinitas adalah kadar garam seluruh zat yang larut dalam 1.000 gram air laut, dengan asumsi bahwa seluruh karbonat telah diubah menjadi oksida, semua brom dan lod diganti dengan khlor yang setara dan semua zat organik menga1ami oksidasi sempuma (Forch et al,1902 dalam Sverdrup et al, 1942). Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan tersebut.
Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :
  1. Penguapan, makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi dan sebaliknya pada daerah yang rendah tingkat penguapan air lautnya, maka daerah itu rendah kadar garamnya.
  2. Curah hujan, makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah dan sebaliknya makin sedikit/kecil curah hujan yang turun salinitas akan tinggi.
  3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut, makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah, dan sebaliknya makin sedikit sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitasnya akan tinggi.
Distribusi salinitas permukaan juga cenderung zonal. Air laut bersalinitas lebih tinggi terdapat di daerah lintang tengah dimana evaporasi tinggi. Air laut lebih tawar terdapat di dekat ekuator dimana air hujan mentawarkan air asin di permukaan laut, sedangkan pada daerah lintang tinggi terdapat es yang mencair akan menawarkan salinitas air permukaannya.









Di perairan lepas pantai yang dalam, angin dapat pula melakukan pengadukan di lapisan atas hingga membentuk lapisan homogen kira-kira setebal 50-70 m atau lebih bergantung intensitas pengadukan. Di perairan dangkal, lapisan homogen ini berlanjut sampai ke dasar. Di lapisan dengan salinitas homogen, suhu juga biasanya homogen. Baru di bawahnya terdapat lapisan pegat (discontinuity layer) dengan gradasi densitas yang tajam yang menghambat percampuran antara lapisan di atas dan di bawahnya. Di bawah lapisan homogen, sebaran salinitas tidak banyak lagi ditentukan oleh angin tetapi oleh pola sirkulasi massa air di lapisan massa air di lapisan dalam. Gerakan massa air ini bisa ditelusuri antara lain dengan mengakji sifat-sifat sebaran salinitas maksimum dan salinitas minimum dengan metode inti (core layer method). Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o – 40oLU atau 23,5o – 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan).
Salinitas dipengaruhi oleh massa air oseanis di bagian utara hingga bagian tengah perairan, dan massa air tawar dari daratan yang mempengaruhi massa air di bagian selatan dan bagian utara dekat pantai. Kondisi ini mempengaruhi densitas ikan, dan kebanyakan kelompok ikan yang ditemukan dengan densitas tinggi (0,9 ikan/mł) pada daerah bagian selatan dengan salinitas antara 29,36-31,84 ‰, dan densitas 0,4 ikan/mł di bagian utara  dengan salinitas 29,97-32,59 ‰ . Densitas ikan tertinggi pada lapisan kedalaman 5-15 m (0,8 ikan/mł) ditemukan pada daerah dengan salinitas ≥31,5 ‰ yaitu pada bagian utara perairan. Dibagian selatan, densitas ikan tertinggi sebesar 0,6-0,7 ikan/mł ditemukan pada daerah dengan salinitas ≤30,0 ‰. Pola pergeseran nilai salinitas hampir sama di tiap kedalaman, dengan nilai yang makin bertambah sesuai dengan makin dalam perairan. Pada lapisan kedalaman 15-25 m, kisaran salinitas meningkat hingga lebih dari 32 ‰, dan konsentrasi densitas ikan ditemukan lebih dari 0,4 ikan/mł dengan areal yang lebih besar pada konsentrasi salinitas ≤31,5 ‰. Konsentrasi ikan yang ditemukan pada daerah dengan salinitas ≥32,0 ‰, yaitu di bagian utara perairan sebesar 0,2-0,3 ikan/mł.
Pada lapisan kedalaman 25-35 m dan 35-45 m dijumpai kisaran salinitas yang hampir sama yaitu 31,43-32,53 ‰ dan 31,77-32,73 ‰, dengan distribusi densitas ikan lebih banyak ditemukan pada daerah dengan salinitas 32,0-32,5 ‰ yaitu sebesar 0,1-0,8 ikan/mł, dan kelompok ikan dengan densitas lebih kecil dari 0,1 ikan/mł banyakditemukan pada perairan dengan salinitas ≤32,0 ‰. Pada lapisan kedalaman 35-45 m, konsentrasi densitas ikan makin berkurang. Densitas tertinggi di lapisan ini hanya sebesar 0,17 ikan/mł, atau rata-rata densitas ikan yang ditemukan di bawah 0,1 ikan/mł. Hal ini sesuai dengan ukuran ikan yang terdeteksi, yang umumnya merupakan ikan-ikan berukuran kecil. Dimana lebih condong terkonsentrasi pada daerah permukaan dan dekat pantai.
Dari data diatas saya dapat menyebutkan bahwa salinitas air laut pun ditentukan pula dengan kedalamannya, karena kedalaman air laut dapat membedakan salinitas.

hormon pada ikan

BAB IX SISTEM  HORMON
Kelenjar endokrin ikan mencakup suatu sistim
yang mirip dengan  vertebrae yang lebih tinggi
tingkatannya.  Namun, ikan memiliki beberapa
jaringan endokrin yang tidak didapatkan pada
vertebrata  yang lebih tinggi, misalnya  Badan
Stanius yang memiliki fungsi sebagai kelenjar
endokrin yang membantu dalam proses
osmoregulasi.
Kerja hormon menyerupai kerja syaraf, yaitu
mengontrol dan mengatur keseimbangan kerja
organ-organ di dalam tubuh.  Namun, kontrol
kerja syaraf lebih cepat dibanding dengan kontrol
endokrin.   Hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
yang berasal dari ektodermal adalah protein,
peptida, atau derivat dari asam-asam  amino,
dan hormone yang dihasilkan oleh kelenjar yang
berasal dari mesodermal (gonad, korteks
ardenal) berupa steroid.
A. KELENJAR PITUITARY
Kelenjar ini disebut pula hypophysa terletak di
bawah dienchephalon. Suatu tangkai yang
menghubungkan antara kelenjar ini dengan
dienchepalon  disebut Infundibulum.   Kelenjar ini
walaupun kecil, fungsi dan strukturnya
merupakan  organ tubuh yang sangat rumit dan
sulit.
Pada  stadia embrionik, kelenjar ini berasal dari
gabungan elemen neural  yang tumbuh ke
bawah dari diencephalon dan elemen epithel
91(kantung Rathke) yang tumbuh ke atas dari
bagian dorsal rongga mulut.  Pertumbuhan dari
hypophysa, berasal dari dua macam organ, yaitu:
Neurohypophyse dan Adenohypophyse.
Neurohypofise dibentuk dari bagian alas
dienchephalon  (Infundibulum) sedangkan
Adenohypophyse, terbentuk dari perlekukan
bagian ektodermal dari  rongga mulut embrio
(stomodaeum), disebut kantong hypophyse atau
kantung Rathke.  Hubungannya dengan rongga
mulut akan hilang setelah pertumbuhannya
selesai.
Neurohypophyse memiliki struktur berupa
serabut-serabut yang sejajar, berasal dari
hypothalamus di dalam otak.  Fungsi dari bagian
hypophysa ini mengeluarkan horman ke dalam
hypothalmus dan diteruskan ke  neurohypophyse
oleh sel-sel neorosekresi dan masuk ke dalam
aliran darah.   Adenohypophyse terbagi menjadi
beberapa bagian, yaitu: pars distalis atau lobes
anterior, merupakan bagian yang terbesar, lebih
konstan dan aktif dari yang lain.   Pars
intermedia kehadirannya bervariasi dan
fungsinya diketahui mengontrol melanophora
dan mungkin juga dalam melanogenesis.
Neurosekresi dari hypothalamus (oxytocyn dan
vasetocyn) disimpan dan dikeluarkan oleh
neurohypofise.  Sekeresi ini berperan dalam
osmoregulasi dan reproduksi.  Adenohypophyse
mengandung beaneka sel pembuat hormon.
Hormon-hormon yang disekresikan oleh  pars
distalis adalah prolactin ikan (penting dalam
pengaturan Na ikan air tawar), hormon
92pertumbuhan, carticothropyn
(ACTH),gonadothropyn dan thyrotropyn.  Kelenjar
pituitary sering diberi gelar kelenjar induk(master
gland) karena banyak menpengaruhi kegiatan
kelenjar lainnya.
B. KELENJAR THYROID
Semua vertebrata mempunyai kelenjar thyroid.
Sebagian besar ikan bertulang sejati dan
Cyclostomata terdiri dari folikel-folikel yang
relatif menyebar di dekat aorta ventral, arteri
branchialis affarent, jantung, insang, kepala
ginjal, limp, otak atau mata.   Pada
Elasmobranchii dan beberapa ikan bertulang
sejati thyroid merupakan kelenjar tersendiri yang
dikelilingi oleh jaringan pengikat.
Hormon thyroid  mempunyai beberapa fungsi
fisiologik dan beberapa fungsi lainnya yang
belum diketahui, namun terbukti bahwa ia
mampu  mempengaruhi laju konsumsi oksigen,
membantu pengendapan guanin dalam kulit, dan
mengubah metabolisme nitrogen dan
karbohidarat. Ia juga telah diketahui
mempengaruhi sistem dan fungsi syaraf dan
proses osmoregulasi.
C. KELENJAR PARATHYROID
Bagian sekresi dari kelenjar parathyroid
berdiferensiasi dari epithel kantong farings ketiga
dan keempat.  Ini berarti kantong-kantong
farings mempunyai andil dalam pembentukan
jaringan kelenjar.   Hormon parathyroid adalah
polipetida yang dinamakan parathormon yang
berfungsi mengatur kadar kalsium, dan sedikit
93menentukan kadar fosfor di dalam darah.
Kalsium akan menghilang jika dari darah dan
terjadi kejang otot jika hormon ini tidak ada.
Jaringan kelenjar pada Cylostomata  dan bangsa
ikan, yang homolog dengan parathyroid telah
ditemukan, namum fungsinya belum diketahui
pasti. (hildenbran, 1974).
D. JARINGAN INTERRENAL (ADRENAL
CORTEX)
Pada ikan Osteichthyes, jaringan yang ekivalen
atau homolog dengan adrenal cortex atau pada
vertebrata tingkat tinggi.   Strukturnya sama
dengan gonad dalam hal produksi hormonnya
yang mengandung steroid, dan asal-usul
embriologinya.   Jaringan korteksnya merupakan
derivat dari mesoderm yang membatasi rongga
solom dekat tempat berasalnya pematang
genital.
Pada Elasmobranchia, jaringan ini bentuknya
memanjang terletak pada bagian belakang ginjal.
Sedangkan pada kelompok-kelompok sel yangtersebar di sepanjang vena cardinalis.  Sel-sel
yang menyerupai sel adrenocortical didapatkan
pada dinding vena cardinalis ikan lamprey.
Jaringan interrenal mensekresikan hormon
adrenocorticosteroid yang mengontrol proses
osmoregulasi dengan cara mempengaruhi ginjal,
insang dan saluran gastrointestinal, dan
mempengaruhi metabolisme protein dan
karbohidrat.
Jaringan interrenal pada Cyclostomata, tersebar
sepanjang vena cardinalis posterior dan vena
94lainnya.  Pada Teleostei jaringan interrenal
menyebar, tetapi selalu membentuk bintik-bintik
noda yang terdapat di dekat atau pada kepala
ginjal.
E. JARINGAN CHROMAFFIN (SUPRARENAL)
Jaringan ini banyak tersebar di dalam  badan
beberapa vertebrata.  Sel-sel chromaffin pada
ikan bertulang sejati tersebar di sepanjang vena
poscardinalis dan dimungkinkan perluasannya
tercampur dengan sel interrenal.  Jaringan
chromaffin pada Elasmobranchii menyatu
dengan syaraf simpathetic dan aorta dorsalis,
terletak di depan jaringan interrenal.
 
Khromaffin dan jaringan medulla dimasuki
serabut preganglion dari sistem syaraf otonom.
Syaraf ini dan kelenjar endokrin  Adrenal
medulla, keduanya sebagai derivat endokterm
dari neural krest embrio, dan semuanya
menggetahkan adrenalin dan non adrenalin.
Jaringan ini mensekresikan adrenalin
mengadakan respon terhadap hormon ini dalam
berbagai cara, seperti menaikkan kadar gula
dalam darah dan menaikkan tekanan darah,
konsentrasi melanin dalam melanophora, serta
merintangi otot polos. Kerja hormon ini
menyerupai sistem kerja syaraf simpathetic,
yang mana hormon ini sangat erat hubungannya.
Distribusi jaringan khromaffin di dalam tubuh
dapat terletak di dekat tetapi terpisah dari
jaringan organ interrena,  dapat juga tercampur
dengan jaringan interrenal atau korteks adrenal.
F. KELENJAR ULTIMOBRANCHIAL
95Kelenjar ini homolog dengan kelenjar parathyroid
pada mammalia.   Pada ikan bertulang sejati
kelenjar ini terletak di bawah esophagus  dekat
sinus venosus.  Pada Elasmobranchii kelenjar ini
terletak pada sisi kiri bawah pharynx.  Kelenjar
ini mensekresikan hormon calcitonin, yang
berperan dalam metabolisme kalsium.
Ultimobranchial yaitu derivat dari sepasang
kantong farings yang paling belakang, dan
corpusculus stanus terletak pada bagian
posterior dari ginjal Teleostei.
G. GONAD
Dari struktur dan pertumbuhannya, gonad
merupakan kelenjar endokrin.  Kelenjar seks ikut
dalam sekresi steroid, hal ini  sangat penting
dalam pemijahan, pembuatan sarang, dan aspekaspek tingkah laku reproduksi lainnya.   Estrogen
mengontrol pertumbuhan dan perkembangan
dari sistem  genital betina, dan mengatur sifatsifat seksual sekunder.
Sel-sel interstisial dari testis menghasilkan
hormon-hormon jantan dan secara keseluruhan
dinamakan Androgen.  Androgen diperlukan
untuk pertumbuhan diferensiasi, dan
berfungsinya saluran-saluran genitalia jantan,
organ kopulasi, dan tingkah laku seksual dan
pemijahan.
Semua hormon gonad mempunyai hubungan
timbal balik yang kompleks dengan hypophyse.
Beberapa ditujukan terhadap fungsi jaringan
interrenal atau jaringan korteks atau terhadap
aktivitas thyroid atau badan pineal.
96H. PULAU-PULAU LANGERHANS
Pada ikan bertulang sejati biasanya jaringan ini
terdapat di pyloric caeca, usus kecil, limpa dan
empedu.  Jaringan ini menghasilkan insulin yang
berperan penting dalam metabolisme
karbohidrat dan dalam pengubahan glukosa
menjadi glycogen, dan dalam oksidasi glukosa
dan pembuatan lemak.
I. BADAN PINEAL
Organ pineal pada puncak  otak atau pada
bagian atas dienchepalon merupakan
fotoreseptor.  Sekresi yang dihasilkan oleh badan
pineal adalah melatonin yang mengumpulkan
melanin.  Bila jaringan ini dihilangkan maka akan
membawa perubahan dalam pertumbuhan.
Ikan terutama Teleostei, pada ekornya terdapat
pembengkakan ventral pada medulla spinalisnya.
Secara histologis, pembengkakan ini mempunyai
kesamaan dengan neurohypophyse dan
dinamakan urohypophysa.  Pembengkakan ini
diperkirakan mempunyai fungsi endokrin, dalam
hal mengatur tekanan osmose di dalam tubuh.
J. BADAN STANIUS
Kelenjar ini memilik fungsi sebagai kelenjar
endokrin yang sekresi  sekresinya diduga ikut
dalam proses penyesuaian  tekanan osmotik
lingkungan dengan tekanan osmotik cairan tubuh
pada ikan (osmoregulasi).
97